Harmony Clean Flat Responsive WordPress Blog Theme

Empat Sehat, Lima Sempurna, Tiga Belas Luar Biasa: Sebuah Catatan Seorang Fangirl Avatar: The Last Airbender (30 Hari Menulis #22)

6/22/2017 06:09:00 PM gitadine 1 Comments Category : , , ,

Ketika membaca tema untuk hari ini, yaitu tiga belas alasan untuk menyukai/tidak menyukai sebuah buku/film, persona fangirl di dalam diri saya menyeruak. "Tulis tentang ATLA!" katanya. Tapi ATLA itu serial televisi, bukan buku atau film. "Saya tidak peduli!" aumnya, "TULIS TENTANG ATLA!"

Jadi maafkan ya kalau kami melanggar aturan sedikit. Sudah terlalu lama saya tidak mengutarakan cinta saya tentang Avatar: The Last Airbender terhadap dunia.


1. Ceritanya kaya

Serial yang tayang dari 2005-2008 ini bercerita tentang Aang, seorang anak berumur 112 tahun (tenang, kamu tidak salah baca kok) yang berpetualang mengelilingi dunia dengan teman-temannya menaiki seekor bison terbang untuk mengakhiri sebuah perang yang telah berlangsung selama seratus tahun. Dalam satu kalimat majemuk tersebut, tentu saja saya gagal total dalam menggambarkan kegagahan dan keindahan serial ini.

Ada banyak tema yang diangkat oleh serial ini: perdamaian, pertemanan, penemuan jati diri, keluarga, cinta, kewajiban, dan budaya. Inilah sebab begitu banyak orang menikmati serial ini. Meskipun ditargetkan untuk anak-anak, cerita ini merupakan santapan yang lengkap untuk keluarga.


2. Dunianya solid

Setting serial ini terdiri dari empat negara: Fire Nation, Water Tribes, Earth Kingdom, dan Air Nomads. Sebagian dari warga negara-negara ini memiliki kemampuan untuk memanipulasi elemen masing-masing.

Kelihatannya sederhana, tapi dunianya dikemas dengan sangat baik sehingga bisa menjelma menjadi sebuah keutuhan yang merupakan unsur pivotal dalam kemajuan jalan ceritanya. Dari kemampuan memanipulasi tanah, misalnya, lahir kemampuan untuk memanipulasi logam dan pasir. Dari air ke keringat dan darah.


3. Karakterisasinya kokoh

Bukan hanya para pahlawan yang akan mendapatkan perhatian penuh dari para penikmat serial televisi ini, melainkan juga para villain! Tiap tokoh yang dilahirkan oleh ATLA digambarkan dengan begitu riil, dan tidak jatuh ke dalam klise-klise yang bertebaran di banyak animasi/cerita lainnya. Di sini kamu akan menemukan dirimu bersimpati dengan tokoh yang kamu benci habis-habisan di season sebelumnya. Di sini juga kamu akan merasa kesal dan frustrasi dengan karakter yang kamu dukung dengan total sejak awal cerita. Michael Dante DiMartino dan Bryan Konietzko paham betul bahwa tidak ada siapa pun yang hanya memiliki satu dimensi pada kepribadian mereka--bahkan dalam animasi.


4. Mampu menggugah emosi

Di awal saya sudah bilang bahwa cerita ini mengangkat banyak tema, dan hal lain yang berhasil dilakukan olehnya adalah meraih perhatian penuh para penonton sehingga mereka betul-betul invested dengan perjalanan para karakter. Penonton akan dibawa tertawa, menangis, menyesal, marah, bingung, dan kehilangan harapan bersama Aang dan kawan-kawannya.


5. Memiliki karakter-karakter perempuan yang kuat

Bagaimana biasanya karakter perempuan digambarkan dalam cerita-cerita fiksi, terutama fantasi? Damsel in distress. Mereka tidak berdaya sampai mereka diselamatkan oleh sang pahlawan, yang hampir pasti seorang laki-laki. Tapi tidak begitu di serial ini. Femininitas tidak melulu disandingkan dengan ketidakberdayaan, tapi justru dengan kemampuan melindungi, kekokohan, kekuatan, dan ketegaran. Digambarkan pula macam-macam bentuk femininitas yang tidak seragam.


6. Memperlihatkan keterbatasan sebagai kelebihan

Tidak semua orang di dunia ATLA merupakan seorang pengendali elemen. Sokka, misalnya, bukan seorang pengendali air sekalipun dia berasal dari Southern Water Tribe. Suki dan teman-temannya para Kyoshi Warriors juga bukan pengendali tanah. Tapi mereka tetap bisa bersinar lewat kemampuan mereka dalam kombat.

Toph Bei Fong, salah satu karakter terbaik di serial animasi, seorang pengendali tanah yang nantinya akan menjadi pengendali logam pertama di dunia, tidak bisa melihat dengan matanya. Kebutaannya ini telah dibawanya sejak lahir, tapi apakah hal itu membatasi dirinya? Oho, tidak sama sekali. Justru karena keterbatasannya ini dia jadi mampu belajar pengendalian tanah dari sumbernya sendiri, dan memanfaatkannya sedemikian rupa sehingga dia memiliki 'penglihatan' yang jauh lebih efektif daripada orang lain.

Terutama bagi penonton yang masih kecil atau remaja, penting untuk memahami bahwa perbedaan bukan sesuatu yang harus dilihat sebagai kekurangan. Perbedaan itu ada dan nyata, tapi juga bisa diterima dan justru menjadi sesuatu yang empowering, kok. Saya rasa adik-adik yang duduk di kursi roda akan senang melihat seorang karakter, Teo, juga sama seperti mereka, dan tetap memiliki andil dalam penghentian perang.


7. Sarat akan filsafat

Setiap gerakan dalam masing-masing jurus pengendalian elemen merupakan adaptasi dari berbagai macam seni bela diri yang ada di Asia. Pengendalian api diadaptasi dari Northern Shaolin, air dari Tai Chi, tanah dari Hung Gar, dan udara dari Ba Gua Zhang. Konsep Avatar itu sendiri diambil dari filsafat Hindu. Di salah satu episode di musim ketiga yang bertajuk The Guru, dijelaskan lebih lanjut tentang bagaimana chakra-chakra mempengaruhi kemampuan Aang dalam menguasai The Avatar State.


8. Kocak

Tenang, tenang. Saya sadar dari tadi saya menggambarkan serial ini sebagai sesuatu yang serius dan dalam, padahal targetnya masih anak-anak, kok! Ada banyak sekali adegan dan percakapan humoris yang mampu mengocok perut. Apalagi kalau Sokka muncul. Humor juga tidak terbatas untuk karakter pahlawan kok, bahkan ada banyak juga adegan-adegan lucu yang melibatkan para villains, yang memperlihatkan lebih jauh bahwa mereka bukan hanya mesin pembenci: mereka manusia juga.


9. Perkembangannya nyata

Di awal cerita, para tokoh utama kita masih remaja. Aang bahkan masih seorang bocah 12 tahun, lho! Masih SMP kelas tujuh atau delapan lho, itu! Karena itu, di musim pertama kita disuguhi oleh banyak sekali plot dan subplot yang ringan, yang dikemas dengan humor yang lekat. Tapi seiring berjalannya waktu, tokoh-tokoh kita semakin banyak belajar dan menjadi dewasa, dan begitu pula ceritanya. Di season tiga, kita melihat banyak sekali perubahan dalam hidup dan cara pikir mereka, dan bagaimana hal itu mempengaruhi jalan cerita yang semakin lama semakin dalam. Konflik-konflik yang dijelajahi menjadi semakin signifikan, sesuatu yang familiar dalam proses kita berkembang.


10. Thought-provoking

Saya yakin saya tidak melebih-lebihkan ketika saya berkata bahwa serial televisi ini memiliki impact yang sangat besar terhadap generasi saya yang menontonnya. Ada banyak hal yang disuguhkan oleh serial ini yang menjadi dasar pemikiran saya sendiri. Sama seperti para penggemar Harry Potter yang ternyata tumbuh dewasa untuk menjadi lebih empatis, saya yakin serial ini juga membantu adik-adik dan teman-teman sebaya saya untuk lebih mengerti tentang hal-hal yang penting dalam hidup.



11. Musiknya hidup

Jangan pura-pura tidak tergerak deh ketika mendengar lagu tema Avatar: The Last Airbender dimainkan! Hehe. The Track Team berhasil melahirkan sebuah karya yang luar biasa dalam mengiringi cerita yang juga luar biasa. Instrumen-instrumen yang mereka gunakan dalam pembuatan soundtrack ATLA terdengar asing dan familiar pada waktu yang sama. Melodi yang mereka ciptakan mampu membimbing penonton ke emotional state yang sama dengan para karakter. Agni Kai, misalnya, selalu membuat saya pumped up seperti halnya lagu tema Wonder Woman, Is She With You?, yang sedang sering saya dengarkan akhir-akhir ini. Atau The Avatar's Love yang menimbulkan ketenangan di dalam hati dan jiwa. (Cieee!)


12. Gambarnya indah

Di screen yang masih kotak karena dulu kita masih belum kenal dengan rasio 16:9, tim Nickelodeon entah bagaimana berjaya dalam mengadaptasi gaya animasi Asia untuk serial yang diproduksi di Burbank, California ini. Banyak lho yang bertanya pada Google, jika ATLA bisa disebut anime atau tidak! Hehehe. Saya suka bagaimana mereka mampu menggambarkan adegan-adegan pengendalian elemen menjadi sebuah sequence aksi yang epic, tapi juga adegan-adegan humoris yang berwarna-warni. Perpaduan yang indah untuk sebuah serial yang luar biasa.


13. Kualitas akting suara yang mumpuni

Andrea Romano, voice director yang juga bertanggung jawab untuk banyak sekali animasi DC, benar-benar merupakan salah satu kunci kesuksesan ATLA menurut saya. Keputusan tepat dalam memilih Zach Tyler Eisen, Mae Whitman, Jack De Sena, Dante Basco, Grey DeLisle, dan lainnya sebagai suara atas para karakter. Tanpa emosi yang mereka sampaikan melalui tawa, tangisan, teriakan, dan desau, serial ini tidak akan menjadi mahakarya yang seperti ini.

RELATED POSTS

1 orang nyasar

Bagaimana menurutmu?