The Hunger Games: The Movie
Tiket nonton saya di Cathay Cineplex Damansara. |
Kemaren,
saya lagi bosen banget udah nungguin bus untuk setengah jam (yang, percaya deh,
akhirnya dateng setelah saya nunggu untuk satu
setengah jam). Kegiatan yang biasa saya lakukan ketika lagi bosen
menunggu sesuatu adalah main HP. Waktu lagi main HP, saya liat ada seorang
cowok yang lagi megang buku Catching Fire. AAAH! Rasanya pengen banget ngajak
ngobrol deh, tapi dia lagi sibuk shooting video gitu, kayaknya buat assignment.
Anyway, saya inget bahwa harusnya besok (hari ini) bioskop deket kampus saya
mulai muter The Hunger Games (klik di sini untuk trailer). Jadi, saya buka website bioskop itu dari HP.
Dan
berusaha sekuat tenaga untuk nggak teriak ketika bener-bener ngeliat judul The
Hunger Games ada di daftar film-film yang udah bisa dipesen tiketnya. Langsung
aja saya klik The Hunger Games (IMDb), dan pesen satu tiket (yep, saya nonton
sendirian) untuk screening pertama: Thursday, March 22, 11:15am.
Anyway,
let's just get into the movie review, ya.
Poster filmnya |
Saya udah
sangat menanti-nantikan film ini sejak saya mulai baca bukunya Desember taun kemaren. Mengingat betapa fanatiknya saya sama series ini, rasanya saya lebih baik nonton film ini sendirian deh, biar puas konsentrasi sama filmnya dan ga usah nanggepin komentar temen selama film berlangsung. Asyik juga nonton film pagi-pagi, secara bioskop kosong banget dan di kanan-kiri saya nggak ada orang, tangan saya bebas bergerak bereaksi sama film hahaha. Saya emang jenis penonton yang lebay. :P
Teks di awal film. |
Di opening film, beberapa hal penting dijelasin dalam bentuk teks, dan saya rasa itu bagus untuk penonton yang nggak baca bukunya. Also, I was amazed by the great lineup of actresses and actors! Jennifer Lawrence, idola baru saya, bener-bener adalah seorang aktris yang luar biasa. Dia bisa banget ngebawa karakter Katniss Everdeen to life tanpa overdoing it. Josh Hutcherson juga bagus sebagai Peeta, apalagi dengan dia memiliki banyak values yang sama dengan Peeta dan practically dia itu kayak Peeta in real life, tapi memang seperti kata Tukang Review, akting Jen yang superb jadi agak ngebanting Josh gitu. But that's okay Josh, I still love you!
Oh, dan Amandla Stenberg is just too cute, I tell you. Adorable!
The Hunger Games Cast |
Anyway, aside from the cast, hal lain yang saya suka dari film ini adalah betapa efek audio-visual-nya bisa bener-bener menyampaikan apa yang Katniss rasakan ketika berada dalam arena. Ada beberapa review yang bilang mereka nggak suka sama shaky camera-nya or some of them said that it was overdone, but to be honest, saya rasa hal itu yang bikin saya semakin merasa seperti berada di dalam arena. Ada satu adegan di mana Katniss lagi terserang efek sengatan Tracker Jackers, jadi dia nggak bener-bener bisa ngebedain yang mana real life dan yang mana halusinasi. Efek di film ini bener-bener ngeliatin arena dari Katniss' point of view, dan menurut saya itu dapet banget! Ada juga scene di mana Katniss berada dalam jarak terlalu dekat dengan an explosion site, jadi dia agak kehilangan akurasi pendengaran selama beberapa saat (well, kalau di bukunya sih dia sempet tuli gitu di sebelah kiri), dan efek suara ngiii~ng di film ini juga nyampein banget ke penonton gimana confusing-nya situasi saat itu. Pokoknya, saya puas banget sama efek audio dan visual film ini. Salut!
As for the pacing, believe it or not, fim ini berdurasi sekitar dua setengah jam, dan menurut saya memang agak brief. Which is totally understandable, you see, karena untuk bener-bener ngebawa every single scene dari bukunya dalam bentuk film itu mungkin bakal butuh empat jam atau lebih! Saya rasa faktor durasi (yang kurang, mind you, bukan panjang) itulah yang bikin penonton yang belum baca bukunya (which they should) ngerasa bingung dan some of them dissatisfied. Ini tuh udah nge-cut lumayan banyak scene, lho. Bahkan ada satu karakter penting yang dihilangkan, meskipun nggak begitu mempengaruhi cerita (Madge). Secara pribadi sih saya menyayangkan durasi cave scene di mana Katniss sama Peeta bener-bener meng-establish relationship mereka bener-bener singkat (apalagi Josh kayaknya bener-bener suka banget sama adegan itu, diomongin hampir di tiap interview). Which is, again, tolerable, karena inti dari film ini bukan kisah cinta Katniss dengan Peeta di arena, tapi bagaimana mereka survive permainan sick Capitol ini dan bagaimana mereka memicu pemberontakan di distrik-distrik.
Bagian itu, by the way, saya kasih bold karena itu adalah inti dari seluruh film ini menurut saya. Sayangnya, banyak penonton yang belum baca bukunya (which, again, they obviously should) nggak ngerti. Seperti saya yang lost banget ketika nonton Underworld tanpa tahu bahwa film itu bagian dari sebuah series, saya bisa bayangin temen-temen yang nonton The Hunger Games tanpa baca bukunya bakal ngerasa a bit like, "Sooo... Okay. What?" Yeah, well, semuanya bakal lebih jelas di film kedua, jadi lebih baik kita semua santai (dan baca bukunya ya buat yang belum baca) dan tunggu Catching Fire tahun depan. :)
Irrelevant, but a cute mini Josh is completely necessary in my blog. |
Overall, saya rasa film ini sangat bagus, dan usaha untuk bener-bener setia sama bukunya itu keliatan. Congratulations for that, Gary Ross. :) Though I do think that it could have been better, tetep aja it was amazing dan bener-bener bikin saya nggak sabar untuk nonton film kedua, dan ultimately, ketiga. Suzanne Collins, I can't thank you enough for creating such an inspiring role model dan sebuah cerita yang juga inspirasional (LOL redundancy).
Suzanne Collins & Gary Ross |
May the odds be ever in your favor!
1 orang nyasar
yah berarti nanti kalo non nonton bakal agak bingung ya. hmmm.
ReplyDeletetapi ngeliat scene pertamanya itu (yang kata-kata) jadi penasaraan kayanya keren banget ya saat itu nya.
*sabar sabar sabaarr*
Bagaimana menurutmu?