Wawancara dengan Mike dan Bryan tentang Korra di Speakeasy
Berhubung dne nggak ada kerjaan, dne nyoba nerjemahin artikel wawancara Speakeasy dengan pencipta Avatar: The Last Airbender dan The Legend of Korra, Michael DiMartino dan Bryan Konietzko. Link artikel aslinya dalam bahasa Inggris ada di sini. Tolong diinget terjemahan ini cuma apa yang dne pikir dimaksud sama Bryan dan Mike, jadi kalo ada kesalahan mohon dimaafin dan kasih tahu dne salahnya di mana supaya bisa dibenerin. Thanks!
Para pencipta “Avatar: The Last Airbender” berkata bahwa seri spin-off baru, “The Legend of Korra” akan bertema lebih dewasa daripada seri sebelumnya, tetapi masih akan memiliki nuansa menyenangkan dan petualangan yang sama.
Nickelodeon, yang mengebawahi seri sebelumnya, mengumumkan bahwa seri spin-off Avatar, “The Legend of Korra” akan ditayangkan tahun depan.
Seri pertama mengambil tempat di sebuah dunia di mana para “pengendali” supernatural memiliki kemampuan untuk mengendalikan elemen-elemen seperti udara, tanah, api dan air, dan berfokus kepada Aang, seorang pengendali udara yang muda yang ternyata adalah seorang Avatar, seseorang yang dapat mengendalikan semua elemen. Seri yang baru ber-setting 70 tahun kemudian di dunia yang sama dan bertokoh utama seorang Avatar yang baru, remaja wanita bernama Korra yang telah mempelajari pengendalian tanah, air dan api dan menginginkan untuk belajar pengendalian udara di bawah Tenzin, putra Aang.
Sebelumnya musim panas ini, sutradara M. Night Shyamalan merilis versi “live-action” dari seri yang pertama berjudul “The Last Airbender” yang tidak begitu mendapatkan respon yang baik dari para kritik, meskipun film itu memiliki angka yang cukup baik dalam box office (dne bener-bener nggak ngerti maksud kalimat ini apa... T-T Maaf ya!).
Michael DiMartino dan Bryan Konietzko, para pencipta “Avatar: The Last Airbender” dan “The Legend of Korra” meluangkan waktu untuk berbicara dengan Speakeasy hari ini tentang seri yang baru.
The Wall Street Journal: Bagaimana kalian mendapatkan ide untuk spin-off ini?
Bryan Konietzko: Ketika Mike dan saya pertama membuat “Avatar: The Last Airbender” kami selalu tahu bahwa ada sebuah akhir untuk cerita itu. Tapi ketika tayangan itu benar-benar berjalan, dan menemukan penonton di seluruh dunia, kami tahu bahwa meskipun kami berniat untuk mengakhiri cerita itu, mungkin akan ada waktu ketika Nickelodeon akan datang memanggil kami dan menginginkan episode-episode lebih... Ketika waktu itu datang kami memiliki ide ini untuk melompat ke depan dan menceritakan sebuah kisah tentang Avatar selanjutnya, cewek Korra ini.
Jika ada Avatar yang baru, berarti Aang sudah meninggal dunia. Jika ia meninggal di usia sekitar 70, bukankah agak terlalu muda untuk seorang Avatar?
Konietzko: Harus selalu diingat bahwa dia sempat beku di animasi yang tidak dimunculkan selama 100 tahun, jadi hal itu agak mengambil waktu esktra Avatarnya.
Avatar yang baru adalah seorang wanita. Apa yang menginspirasi kalian untuk mengganti jenis kelamin protagonis seri ini?
Michael DiMartino: Sebenarnya tidak ada perubahan yang benar-benar besar karena ada Avatar Kyoshi sebelum Aang. Kami telah membuatnya sedemikian rupa bahwa seorang Avatar bisa jadi pria atau wanita dan kami pikir mengapa tidak mengeksplorasinya lebih dalam, karena Kyoshi adalah karakter yang populer dengan banyak penggemar dan sepertinya adalah kesempatan yang bagus untuk tidak mengulangi apa yang telah kami lakukan dengan Aang, yang merupakan sebuah pahlawan yang hebat, kami semua mencintainya, tapi kami benar-benar ingin untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Dan kami memiliki penggemar-penggemar wanita yang sangat hebat, yang benar-benar merespon Katara di seri pertama, kami pikir kami memiliki penggemar-penggemar yang akan benar-benar menikmati melihat seorang Avatar wanita.
Konietzko: Mike dan saya, kami mencintai karakter-karakter itu juga, dan kami telah bertemu dengan penggemar dalam jumlah yang tak terhitung yang berjenis kelamin pria yang sangat menyukai karakter-karakter tersebut juga. Kami tidak percaya dengan pernyataan tidak ada serial aksi yang bertokoh utama wanita. Hal itu seperti nonsense untuk kami.
Satu gambar yang kalian keluarkan adalah Korra sedang memandang Republic City di kejauhan, di mana seri yang baru akan mengambil tempat. Ceritakan tentang kota itu.
Konietzko: Hal itu adalah seperti sebagian dari konsepnya jadi ketika acaranya tayang tahun depan kota itu tidak akan benar-benar terlihat seperti itu, tetapi itulah yang sebenarnya kami tuju. Seri yang pertama agak seperti road show di mana di semua episode mereka bergerak menuju lokasi yang baru. Itu adalah hal lain yang baru yang ingin kami lakukan, memfokuskan ceritanya di satu tempat yang besar dan kompleks tapi sebenarnya satu tempat. Inspirasi kami adalah Shanghai di tahun 1920 atau 1930 dan Hong Kong dan bahkan kota-kota Barat seperti Manhattan dan bahkan kota-kota seperti Vancouver, sebuah kota yang berada di semenanjung atau sebuah pulau dan memiliki pegunungan besar di sekitarnya.
Akankah kita melihat karakter-karakter dari seri pertama muncul?
DiMartino: Aku tidak ingin membocorkan apapun, tapi tenanglah, ada penghubung yang pasti antara seri yang lama dan yang ini.
Republic City adalah sebuah kota yang berwabahkan kejahatan. Ada pergerakan anti pengendalian elemen. Apakah seri baru ini bergelut dengan tema yang lebih dewasa?
Konietzko: Mike dan saya suka keseimbangan. Kami tidak pernah berencana untuk membuat sebuah tayangan yang terlalu konyol atau terlalu serius dan dramatis. Kami suka kok bergelut dengan hal-hal itu. Agaknya bisa dikatakan kami bergelut dengan hal-hal yang lebih canggih dan tayangan ini sedikit beranjak dewasa. Tapi meskipun begitu, kami tidak mencoba untuk menargetkan demografi yang baru. Bahkan di seri yang pertama, temanya tentang perang dunia dan hal-hal yang cukup serius.
Jika Tenzin adalah anak Aang, siapa ibunya?
DiMartino: (Kepada Konietzko) Kita bisa mengatakannya, kan? (Kepada Speakeasy) Katara. Bukan kejutan yang besar.
Apa tanggapan kalian tentang versi live-action “The Last Airbender”?
Konietzko: Kami hanyalah benar-benar terfokus dalam seri baru ini saat ini, dan hanya bekerja untuk membawanya ke arah yang kami inginkan dan tidak memperhatikan hal yang lain saat ini.
Jadi kalian tidak mengikuti kontroversi tentang casting film “The Last Airbender”?
Konietzko: Kami tidak ikut campur dalam pembuatan film itu. Kami hanya senang dapat kembali menghasilkan konten orijinal mitologi ini, yang mana sedang kami lakukan.
Akankah kalian memiliki keinginan untuk membawa versi kartun “Avatar: The Last Airbender” ke layar lebar?
Konietzko: Kami akan senang sekali melakukannya. Saya pikir Mike dan saya akan benar-benar menikmati membuat sebuah feature animation. Entah cerita yang berbeda, atau jika berhasil, satu di dunia Avatar. Kami akan benar-benar tertarik.
0 orang nyasar
Bagaimana menurutmu?