Harmony Clean Flat Responsive WordPress Blog Theme

The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana

1/09/2015 11:32:00 PM gitadine 0 Comments Category : , , , , , , , , , , , , , ,

Suatu hari, saya terdampar di Festival Citylink dengan mood yang nggak bagus setelah menempuh lalu lintas Bandung yang sedang nggak bersahabat. Daripada nemenin Bunda window-shopping, saya lebih memilih kabur ke Gramedia, membeli sebuah buku untuk menemani saya melewati waktu di kedai teh. Ternyata yang saya beli bukan hanya sebuah buku, melainkan juga hiburan, penggelitik pikiran, pelajaran berharga, dan pembangkit nostalgia.


Saya bukan seorang traveler. Saya suka konsep jadi seorang pejalan, tapi belum punya cukup keberanian untuk bener-bener bertualang sendirian (hahaha). Karena itu saya suka banget baca buku-buku karya para pemberani yang udah mencicipi berbagai belahan dunia: The Gong Traveling karya Gol A Gong, misalnya, atau kumpulan tulisan para mahasiswi rantau di dua benua lewat Finding Islam. Tapi beberapa waktu lalu, saya menemukan favorit saya yang baru: The Dusty Sneakers!

Buku yang ditulis dua sahabat pejalan, Twosocks dan Gypsytoes, ini bener-bener mampu bikin saya ngerasa akrab sama keduanya. Gaya bahasa yang mereka pilih dan gunakan saya rasa efektif banget dalam menyampaikan pesan mereka tanpa kesan menggurui. Justru, malah kayak lagi dengerin curhatan temen deket. It felt really personal. Which, I think, is what they were going for, and they succeeded brilliantly.

Another thing I really love about the book is betapa saya sangat bisa merasakan cinta dan persahabatan dari setiap halaman yang saya baca. Hampir di setiap bab, mereka bakal cerita soal each other yang menunjukkan betapa mereka bener-bener saling peduli, yang akhirnya menyentuh hati saya lebih dalam lagi. Pengalaman mereka bareng temen-temen mereka (dari Arip Syaman di Jakarta sampai Kiran di Den Haag) juga mampu banget membangkitkan nostalgia dan rasa kangen saya sama temen-temen saya.



Buku ini juga mengajak saya berpikir lagi soal banyak hal. Misalnya tentang negara kita sendiri, saat Twosocks bercerita soal ketidakseimbangan yang dirasakan saudara-saudara kita di Papua lewat bab pertama, "Salam dari Timur," dan ketika Gypsytoes berbagi perasaannya sebagai minoritas di tanah air melalui "Antara Taipei dan Jakarta", sesuatu yang nggak bisa saya rasakan secara langsung karena saya termasuk mayoritas di sini. Atau tentang persahabatan, ketika Gypsytoes bercerita soal sahabatnya Kiran dari Nepal dan Twosocks soal kocaknya kawan kuliah dia, Arip Syaman.

Sebenernya masih banyak banget hal bagus yang bikin saya menikmati banget buku ini, tapi yang paling penting adalah: buku ini bener-bener membangkitkan rasa haus saya akan jalan-jalan! Saya kangen jalan sendirian di Kuala Lumpur, nyasar, dan nemu gereja tempat saya menyaksikan dosen Psikologi kesayangan saya menikah dengan pria pilihannya. Saya kangen jalan sendirian di Yogyakarta, nyasar, kehujanan, dan nemu anak-anak madrasah yang semangat lari bareng-bareng menerjang hujan entah karena alasan apa. Saya kangen menemukan bagian-bagian dari diri saya sendiri yang entah kenapa cuma jelas ketika lagi jalan-jalan sendirian, dan oddly, this book gave me a similar experience.

Gitu, deh. Saya suka banget sama buku ini. Seneng banget begitu tahu bahwa buku ini diangkat dari blog The Dusty Sneakers yang artinya saya masih bisa baca banyak lagi tulisan Twosocks dan Gypsytoes! Buat kalian yang juga suka traveling atau baca buku-buku traveling, The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana sama sekali nggak bisa dilewatin. Selamat jalan-jalan! Jangan lupa pesan dari Twosocks:


RELATED POSTS

0 orang nyasar

Bagaimana menurutmu?